Reviewnesia bekerja sama dengan Program Studi Hubungan Internasional Universitas Nahdatul Ulama Kalimantan Timur menyelenggarakan webinar dengan tema “Diplomasi HAM dalam Forum Multilateral (20/03/2021). Kegiatan ini menghadirkan Bapak Achsanul Habib yang saat ini menjabat sebagai Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Turut hadir dalam kegiatan, Ibu Annisa Kirana Sekprodi HI UNU Kaltim sebagai penanggap. Kegiatan dipandu oleh Hardi Alunaza, dosen Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura sebagai moderator.
Webinar yang bertajuk Reviewnesia Talk #1 ini dihadiri oleh 239 peserta dari berbagai institusi yang ada di Indonesia. Mengawali paparannya, Bapak Achsanul Habib mengingatkan bahwa diplomasi dalam forum multilateral adalah merupakan mandat dari UUD 1945 untuk turut ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Serta didukung oleh nilai HAM dan politik luar negeri yang juga merupakan mandat piagam PBB, konvensi internasional, serta aspirasi dan kepentingan negara Indonesia.
Arah dan tujuan yang ingin dicapai dari diplomasi HAM meliputi memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia di forum internasional, memajukan nilai HAM di dalam negeri, berkontribusi dalam norm setting HAM internasional dan membangun reputasi baik Indonesia. Lebih lanjut, ada beberapa isu yang menurutnya termasuk dalam kategori tematis dalam diplomasi HAM dalam forum internasional. Seperti upaya masif negara Eropa untuk menghapus hukuman mati secara global, isu kebebasan beragama, gender dan orientasi sosial, serta isu perempuan dan anak. Diakuinya, juga terdapat isu yang menjadi perhatian khusus, seperti isu HAM di Papua, diskriminasi, intoleransi, dan penanganan pandemi.
Akan tetapi isu HAM yang terjadi di Papua tidak pernah menjadi isu utama dalam sidang pertemuan PBB. Alumni Graduate Institute for Policy Studies, Tokyo ini mengakui bahwa Indonesia adalah negara dengan kualitas HAM terbaik di Asia Tenggara. Beliau menyandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN, belum ada yang kualitas HAM nya sebaik Indonesia.
Apalagi jika saat ini melihat kudeta dan krisis yang terjadi di Myanmar. Secara berkesinambungan, ia juga turut menjelaskan beberapa permasalahan HAM yang selama ini kurang dianalisis secara kritis oleh masyarakat Indonesia. Seperti permasalahan muslim Uighur China dan diskriminasi terhadap muslim yang terjadi di AS. Bapak Direktur HAM dan Kemanusiaan meminta untuk membandingkan berita yang didapat dengan sumber berita yang lain agar tidak mengalami mis-persepsi dari informasi yang diperoleh.
Di akhir paparan, beliau berpesan untuk seluruh peserta agar membantu pemerintah memaksimalkan kualitas HAM di Indonesia. Selain itu, Ibu Annisa Kirana sebagai penanggap paparan narasumber ikut melengkapi poin penjelasan Bapak Achsanul Habib. Menurutnya, Indonesia berperan aktif dalam menjalankan diplomasi HAM pada forum multilateral yang ditunjukkan dengan dari komitmen Indonesia meratifikasi konvensi pengarusutamaan dengan prinsip non-diskriminasi dan kemanusiaan. Meski demikian, Indonesia harus dapat lebih selektif dalam memilih agenda prioritas dalam menyampaikan diplomasi HAM. Sebab tidak semua konvensi yang mengatasnamakan HAM diratifikasi oleh Indonesia berdampak baik bagi isu kedaulatan Indonesia dalam forum multilateral. Melalui forum ini, mahasiswa dapat menganalisis mengapa Indonesia memutuskan untuk tidak meratifikasi konvensi refugee.
Dalam kacamata negara Indonesia, ketika melakukan diplomasi HAM tidak hanya bisa mengikuti tren atau menuruti tekanan dari dunia internasional melainkan harus tetap berperan secara apik dalam mengutamakan diplomasi HAM yang in line dengan kepentingan nasional dan tentunya tidak mengganggu kedaulatan negara.