Sebagai bagian dari syarat kelulusan sebagai seorang sarjana, mahasiswa pasti dituntut untuk mengerjakan dan menyelesaikan sebuah tanggung jawab yang bernama Skripsi. Menulis skripsi merupakan tantangan sendiri bagi para mahasiswa, khususnya di Indonesia.
Ada mahasiswa yang begitu cepat menyelesaikan skripsinya, namun tidak sedikit mahasiswa yang mendapatkan julukan sebagai mahasiswa abadi dan menjadi buronan dosen pembimbing mereka. Bisa jadi karena sudah lama menghilang atau karena sudah memilih jalan lain karena merasa tidak bisa menyelesaikan skripsi. Sebagai pengetahuan, ada beberapa kesalahan berpikir yang dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penelitian dan menulis skripsi.
Pertama, mahasiswa tingkat akhir biasanya sering terjebak dengan istilah bahwa skripsi itu susah. Padahal, untuk tingkat sarjana, skripsi itu tidak sulit kalau dikerjakan dengan baik dan rajin bimbingan. Biasanya, seseorang yang sudah menyelesaikan skripsi dan melanjutkan studi ke jenjang master baru akan tahu apa yang menjadi kekurangan skripsinya, ketika ia menulis tesis.
Hal yang perlu dilakukan agar mahasiswa mendapatkan pencerahan terkait proses penulisan skripsi adalah sering-sering datang ke kampus bertemu dosen pembimbing atau berdiskusi dengan teman yang sudah lebih persiapan dalam menulis skripsi. Kriteria teman yang sudah lebih persiapan adalah mereka yang rajin datang bimbingan, mereka yang semangat mengerjakan revisian dari dosen, dan juga mereka yang punya mental lebih kuat. Bisa jadi, pada fase penyusunan skripsi, bukan hanya kemampuan menulis yang dilihat oleh seorang dosen, tetapi juga mental.
Seberapa kuat mental seorang mahasiswa untuk bertemu saat bimbingan dan tidak menyerah ketika diminta untuk mengerjakan perbaikan alias revisian. Sebab, ada banyak mahasiswa yang gagal menaklukkan skripsi hanya karena suka menghilang setelah diberikan revisian oleh dosen.
Kedua, masih banyak sekali mahasiswa yang melakukan kesalahan berpikir saat menulis skripsi karena tidak mengetahui paradigma keilmuan dengan baik. Sejatinya, setiap penelitian itu akan berangkat dari fenomena untuk diuji dengan teori atau berangkat dari teori untuk dibuktikan dengan fenomena agar terlihat bahwa teori itu adalah benar dapat menjelaskan sebuah fenomena.
Kesalahan yang terjadi di kalangan mahasiswa adalah sering sekali mahasiswa sudah menemukan fenomena tetapi tidak mengetahui teori apa yang cocok untuk membuktikan dan menjelaskan fenomena yang dimaksud. Atau mahasiswa sudah menemukan teori tetapi tidak paham fenomena apa yang akan dibahas. Hingga berlanjut pada penentuan hipotesis dan olah data sampai kesimpulan.
Umumnya mahasiswa khususnya di rumpun sosial dan humaniora akan bertindak memaksa fenomena untuk bisa dijelaskan dengan teori atau memaksa teori untuk dapat menjelaskan sebuah fenomena. Sehingga saat menemukan data yang tidak sesuai untuk disajikan, mahasiswa kerap kali memaksa data tersebut untuk bisa menjelaskan sesuai dengan yang mereka inginkan hingga disajikan dalam bentuk temuan penelitian dan kesimpulan. Padahal, ketika hasil penelitian yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis, bukan berarti penelitian itu gagal. Sebab itu adalah merupakan sebuah penelitian dengan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesa awal yang sudah disampaikan.
Berujung kepada kesimpulan dan bisa menjadi sebuah rekomendasi agar peneliti berikutnya tidak melakukan kesalahan yang sama dari fenomena dan teori yang sudah digunakan. Ingat, jangan memaksa data penelitian untuk sama dengan hipotesa. Sebab saat melakukan penelitian, mahasiswa dituntut untuk jujur bukan untuk berbohong agar penelitian selesai.
Selalu perlu diperhatikan bahwa penelitian itu berangkat dari sebuah fenomena untuk menguji teori atau penelitian yang berangkat dari teori untuk dibuktikan dengan fenomena. Paradigma berpikir seperti ini yang sering kali tidak menjadi perhatian mahasiswa saat menulis skripsi. Hal yang paling penting adalah memaksa hipotesis sama dengan temuan penelitian atau memaksa teori untuk dapat menjelaskan sebuah fenomena.
Ketiga, kesalahan yang sering dilakukan mahasiswa saat menulis skripsi adalah menganggap bahwa penelitian terdahulu itu tidak penting. Padahal, penelitian terdahulu itu sangat membantu mahasiswa untuk dapat menentukan desain penelitian dan arah penelitian dengan baik. Sehingga, dengan adanya penelitian terdahulu mahasiswa bisa menentukan akan melanjutkan penelitian siapa, akan fokus membahas apa, dan tidak terjebak untuk menulis dan menampilkan data yang sama seperti yang sudah ditulis oleh penulis skripsi lain.
Penelitian terdahulu yang akan sangat membantu mahasiswa untuk dapat menentukan state of the art dalam proses penulisan skripsi. Agar kontribusi dari skripsi yang sudah ditulis tersebut dapat berguna dari sisi teoritis dan praktek.
Keempat, banyak mahasiswa yang salah ketika melakukan sitasi atau penulisan sumber bacaan ketika menulis skripsi. Ketika mahasiswa menemukan sebuah jurnal untuk dijadikan sebagai bahan sitasi, bukan footnote yang ada di jurnal tersebut yang dituliskan di dalam skripsi yang sedang ditulis, akan tetapi identitas jurnal yang dibaca yang dijadikan rujukan sitasi. Ini merupakan kesalahan kecil tetapi dilakukan oleh hampir 50% mahasiswa. Ingat, yang harus ditulis sebagai sumber sitasi adalah identitas jurnal yang dibaca, bukan footnote asli yang ada di jurnal yang dipindahkan menjadi bahan referensi. Bagi sebagian mahasiswa, ini adalah kesalahan kecil tetapi ini dianggap fatal karena tidak jujur.
Kelima, kesalahan yang sering juga terjadi adalah mahasiswa yang bersikap idealis. Idealis itu tidak salah, namun proses penulisan skripsi itu tidak hanya terpaku pada mahasiswa dengan menuliskan skripsi, lalu selesai. Mahasiswa pasti ditemani oleh dosen pembimbing. Kadar berpikir idealis harus bisa diturunkan ketika sudah dihadapkan dengan dosen pembimbing. Apalagi di beberapa universitas, dosen pembimbing skripsi berjumlah 2 orang dosen. Belum lagi ketika mahasiswa mendapatkan kejutan istimewa, dosen pembimbing satu dengan dosen pembimbing kedua bertolak belakang. Bisa-bisa menjadi menambah masalah ketika mahasiswa berpikir terlalu idealis.
Bertemu dengan dosen satu, naskah skripsi menjadi putih. Lalu bertemu dosen pembimbing kedua, naskah skripsi berubah menjadi hitam. Andai mahasiswa berpikir idealis dengan dosen pembimbing demikian, skripsi tidak akan pernah selesai. Justru, mahasiswa akan kewalahan dan mengambil keputusan untuk menyerah dari tanggung jawab menyelesaikan skripsi. Ada baiknya, mahasiswa dapat berkomunikasi dengan baik dengan kedua dosen pembimbing sehingga proses bimbingan menjadi lancar dan skripsi cepat terselesaikan.
Keenam, kesalahan karena hobi copy paste. Pada level ini, umumnya mahasiswa enggan untuk membaca ulang sebuah referensi yang menjadikan mereka nekat melalukan tindakan tidak terpuji yakni copy paste. Padahal skripsi itu adalah bentuk tanggung jawab ilmiah yang seharusnya harus diselesaikan dengan cara yang ilmiah dan jujur.
Kesalahan yang paling sering adalah melakukan copy paste di bagian bab ketiga yakni metodologi. Banyak mahasiswa yang menyebutkan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif padahal penelitian mereka adalah elaboratif atau eksplanatif. Tidak kalah sering, mahasiswa juga menyebutkan teknik analisa data bersumber dari Sugiyono atau Murlong, padahal banyak sekali teknik analisa data yang bersumber selain dari kedua sumber tersebut. Serta, kesalahan copy paste yang sering terjadi adalah di bagian teknik pengumpulan data.
Ingat, skripsi itu dikerjakan untuk mendapatkan gelar sarjana. Gelar sarjana itu adalah gelar kehormatan. Hendaknya, dalam proses penulisannya, skripsi itu disusun dengan penuh kejujuran dan memperhatikan sistematika penulisan yang sesuai dengan paradigma keilmuan. Bukan hanya sebatas cepat selesai, keberkahan dan manfaat setelah selesai juga menjadi tidak kalah penting.