Sering kali kesulitan yang muncul untuk memahami politik luar negeri bukan dikarenakan kurangnya informasi namun, lebih disebabkan kurang dapat memilih informasi atau masukan yang diperlukan bagi perumusan politik luar negeri. Untuk membantu pemilihan informasi ini, para akademisi mengembangkan berbagai model perumusan atau pembuatan politik luar negeri. Pembuatan keputusan, secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan memilih alternatif yang ada dengan berbagai ketidakpastian. Dengan kata lain, memilih berbagai kemungkinan alternatif yang ada untuk kesinambungan kehidupan negara-bangsa. Berikut adalah 5 model perumusan politik luar negeri yang berhasil dirangkum oleh Reviewnesia:
1. Model Strategik/ Model Rasional (Strategic/ Rational Model)
Asumsi dasar perspektif ini yaitu bahwa negara-negara dapat dianggap sebagai aktor yang berupaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan mereka berdasarkan kalkulasi rasional di dalam kancah politik global. Di dalam perspektif strategi, pola umum dari kesinambungan dan perubahan politik luar negeri dijelaskan berdasarkan tujuan-tujuan strategis para pembuat keputusan. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses perumusan strategi kebijakan luar negeri negara-bangsa, yaitu, struktur sistem internasional, persepsi elit, strategi negara-bangsa lain, dan kapabilitas yang dimiliki oleh negara tersebut. Keempat faktor tersebut menentukan corak interaksi antar negara dalam perspektif strategi yang meliputi leadership strategy, confrontation strategy, acmmodative strategy, dan concordance strategy.
Bagi banyak analisis politik luar negeri, model ini paling sering digunakan karena mereka menggambarkan interaksi politik luar negeri dari beberapa negara sebagai respons terhadap negara yang lainnya. Pada model ini, negara-negara atau para pembuat keputusan dipandang sebagai solitary actors yang berupaya untuk memaksimalkan tujuan mereka dalam lingkungan politik internasional. Unit pembuat keputusan dipandang sebagai black-box, dan hanya sedikit usaha untuk memahami kekuatan-kekuatan politik dalam negeri yang mempengaruhi kebijakan luar negeri yang dibuat.
Model ini dikenal pula sebagai model strategik (model aksi-reaksi) yang digunakan para analis untuk menerapkan setiap respons sebagai perhitungan rasional untuk menghadapi tindakan yang dilakukan pihak lain. Kelemahan yang dimiliki oleh model ini adalah asumsi mengenai perhitungan rasional dari para pembuat keputusan. Sering terjadi keputusan yang rasional bagi seseorang belum tentu rasional bagi orang lain. Dalam banyak literatur mengenai studi politik luar negeri dijelaskan para pengambil keputusan akan bertindak rasional. Kesulitan akan muncul ketika kita mencoba mendefinisikan apa yang dimaksud dengan keputusan atau tindakan rasional, dipandang rasional oleh siapa atau rasional untuk siapa.
2. Model Pembuatan Keputusan (The Decision-Making Model)
Asumsi dasar dari perspektif ini yaitu bahwa tindakan internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan-keputusan yang dibuat oleh unit-unit politik domestik yang diakui, dimana para pemimpin negara (baik individu maupun kelompok) bertindak sebagai aktor-aktor utama dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Perspektif ini memberikan penekanan utamanya pada analisis jaringan birokrasi organisasi yang kompleks dengan prosedur-prosedur kelembagaannya. Analisis dalam perspektif ini berhubungan dengan struktur dan proses dari pengambilan keputusan politik luar negeri sampai kepada analisis keputusan-keputusan tertentu.
Peranan kepemimpinan, persepsi, dan sistem kepercayaan dari para pembuat keputusan, arus informasi di antara mereka, dan dampak dari berbagai kebijakan luar negeri terhadap pilihan-pilihan mereka merupakan faktor-faktor penting untuk menjelaskan pilihan-pilihan dari proses perumusan kebijakan luar negeri yang harus dilakukan oleh suatu negara. Faktor-faktor paling penting yang dapat menjelaskan pilihan-pilihan politik luar negeri adalah motivasi para pembuat keputusan, arus informasi, pengaruh dari berbagai politik luar negeri, keadaan dan situasi domestik.
3. Model Politik Birokrasi (The Bureaucratic Model)
Model ini menekankan pada peranan yang dilakukan banyak birokrat yang terlibat dalam proses politik luar negeri, dan tidak memfokuskan perhatiannya hanya pada pembuat keputusan politik luar negeri suatu negara. Dengan demikian, para birokrat pengambil keputusan dipandang memiliki banyak pengaruh dalam merumuskan dan menjalankan politik luar negeri. Para birokrat juga harus bertanggung jawab pada proses pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga mereka dapat mempengaruhi implementasi politik luar negerinya.
Pada model ini pemerintah dianggap terdiri dari sekian banyak individu dan organisasi. Konsekuensi yang muncul adalah keputusan tidaklah dipandang sebagai hal yang rasional melainkan proses interaksi dan penyesuaian dari berbagai individu dan organisasi. dengan kata lain, politik luar negeri adalah tuntutan proses politik yang meliputi proses perundingan (bargaining), melakukan tindakan kompromi (compromise), dan beberapa usaha untuk penyesuaian (adjustment).
4. Model Adaptif (The Adaptive Model)
Model ini muncul dengan upaya agar dapat memisahkan beberapa pilihan dari politik luar negeri yang didasarkan pada perkiraan kapabilitas yang dimiliki suatu negara dengan memperhatikan posisi geopolitiknya. Dalam perspektif ini semua negara-bangsa dapat dipandang sebagai suatu entitas yang selalu melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Maka analisis perspektif adaptif ini memusatkan perhatiannya pada proses tindakan adaptasi suatu negara sebagai respons terhadap lingkungan eksternal dan internalnya yang berubah dengan berpijak pada penilaian dari negara tersebut akan kapabilitas yang dimilikinya, posisi geografi, dan sebagainya.
Ada empat kemungkinan pola adaptasi politik luar negeri dari suatu negara sebagai respons atas hambatan-hambatan dari lingkungan domestik dan internasional yang dihadapi oleh para pembuat keputusan. Keempat pola adaptasi politik luar negeri tersebut adalah: preservative adaptation, acquiescent adaptation, intransigent adaptation, dan promotive adaptation. Masing-masing dari pola adaptasi pada politik luar negeri ini memiliki implikasi yang berbeda-beda bagi perubahan yang muncul dan kesinambungan politik luar negeri.
Perspektif adaptasi politik luar negeri juga mengizinkan para penempuh studi hubungan internasional untuk melakukan studi perbandingan ke beberapa negara berkenaan dengan peluang dan hambatan yang dimiliki oleh negara-negara tersebut, sehingga motivasi penelitiannya yaitu mencoba untuk memahami faktor-faktor umum, menerapkan penilaian perbandingan daripada studi kasus, mencoba merumuskan teori yang menguji hipotesis, membangun prinsip-prinsip umum dari pada memberikan jawaban segera atas persoalan penelitian.
5. Model Incremental (Incremental Decision-Making)
Model ini memandang keputusan-keputusan politik luar negeri yang muncul sebagai proses incremental (penambahan-penambahan). Sifat ketidakpastian dan kurang lengkapnya informasi yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan eksternal menyebabkan keputusan politik luar negeri yang diambil tidak dapat berdasarkan perhitungan rasional yang menyeluruh. Oleh karena itu, para pembuat keputusan dan pengambil tidak mempertimbangkan semua pilihan politik luar negeri. Pilihan yang diambil tersebut sering bukan didasarkan pada apa yang paling baik untuk memecahkan masalah secara rasional melainkan pada pilihan yang dapat disetujui oleh para pembuat keputusan.