Badai Helene di Amerika Serikat : Melihat Aspek HI dalam Kebencanaan

BY Sayyidul Mubin
02 Oktober 2024
Badai Helene di Amerika Serikat : Melihat Aspek HI dalam Kebencanaan

Serangan tanpa ampun Badai Helene menyebabkan lebih dari 100 kematian dan menyebabkan hampir 2 juta rumah listriknya padam, hal ini menjadi warning yang nyata akan bahaya alam (Reuters, 2024). Kota yang terdampak salah satunya di Carolina Utara di mana rekor banjir dan tanah longsor menghanyutkan jalan sehingga memaksa penduduk untuk mencari perlindungan di atap sementara tim penyelamat berjuang untuk mengakses semua daerah terisolasi. Georgia masih memiliki lebih dari 500.000 rumah dan bisnis tanpa listrik pada Kamis pagi – dengan hampir 400.000 di Carolina Utara – sementara puing-puing badai masih dibersihkan. Di beberapa tempat, jumlah korban mulai hari Minggu akan terus meningkat karena pekerja bantuan menjangkau lebih banyak dari mereka yang terkena dampak (Anna Betts, 2024). Sekarang, fokus bergeser ke bagaimana masyarakat bangkit dari bencana dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Disini, saya akan menggunakan pendekatan Konstruktivis untuk memberikan penekanan yang lebih besar pada ide, norma, dan konstruksi sosial yang mana hal-hal ini menentukan perilaku negara dan opini publik. Terlepas dari jenis kekuatan material Realis, atau kerja sama institusional Liberalis bahkan dalam kasus ini, Konstruktivisme menyarankan bagaimana identitas dan nilai kolektif membimbing masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi krisis bencana alam.

Bagaimana para pemimpin dan lembaga politik mem-frame bencana alam adalah penentu penting bagaimana publik memandangnya dan menanggapinya. Dalam membingkai Helene sebagai "historic, history-making storm," Presiden Biden tidak hanya memberikan penjelasan tetapi juga menggambarkan tentang betapa mengerikannya fenomena itu, menekankan ukuran dan urgensi kepada publik atau negara lain dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya (Anna Betts, 2024). Kemudian memposisikan bencana itu tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga universal.

Sebagai seorang Konstruktivis, beberpa pertanyaan harus dipikirkan, seperti bagaimana narasi ini diterima oleh masyarakat bisa secara langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah dan keterlibatan internasional. Wacana publik seputar istilah seperti "historis" dan "belum pernah terjadi sebelumnya" dapat memobilisasi sumber daya, memengaruhi kemauan politik, dan menciptakan lingkungan di mana kerja sama internasional yang lebih besar dan perubahan kebijakan menjadi diperlukan.

Pendekatan Konstruktivis menyoroti pentingnya norma dimana norma disini adalah aturan yang dibangun secara sosial yang membentuk perilaku (Lawler, 2024). Dalam konteks Badai Helene, diskusi seputar perubahan iklim memainkan peran penting dalam narasi global yang berkembang. Pengakuan FEMA bahwa pemanasan global telah memperburuk banjir dan dampak keseluruhan badai menggarisbawahi meningkatnya kesadaran bahwa bencana terkait iklim adalah bagian dari masalah sistemik yang lebih besar. Pengakuan ini sejalan dengan pandangan Konstruktivis yang lebih luas bahwa gagasan dan norma adalah kekuatan yang kuat dalam membentuk tindakan negara. Meningkatnya fokus pada mitigasi perubahan iklim menandai pergeseran norma global yang memposisikan masalah lingkungan sebagai inti dari keamanan manusia. Seiring waktu, norma-norma yang berkembang ini dapat mendorong perubahan kebijakan di tingkat nasional dan internasional, mendorong aksi iklim yang lebih proaktif dan meningkatkan strategi kesiapsiagaan bencana.

Konstruktivisme juga berfokus pada bagaimana krisis seperti Badai Helene membantu membentuk identitas kolektif. Tanggapan terhadap bencana tidak hanya tentang operasi penyelamatan dan dukungan logistik, tetapi juga tentang menumbuhkan solidaritas di antara berbagai wilayah dan komunitas. Dalam pidatonya, Gubernur Carolina Utara Roy Cooper berbicara tentang perlunya "unprecedented response" untuk mencocokkan skala tragedi tersebut. Seruan untuk persatuan dan upaya kolektif ini mencerminkan bagaimana identitas bersama dibangun selama masa krisis.

Dampaknya pada komunitas lokal, seperti University of North Carolina-Asheville, di mana mahasiswa menghadapi gangguan besar-besaran, semakin menekankan peran pengalaman bersama dalam membangun solidaritas. Ketika komunitas berkumpul bersama baik melalui upaya lokal, intervensi nasional, atau dukungan dari organisasi kemanusiaan internasional, identitas bersama yang berakar pada ketahanan sedang ditempa. Rasa identitas kolektif ini dapat memperkuat kohesi sosial, tidak hanya di dalam wilayah yang terkena dampak tetapi juga melintasi batas-batas nasional dan bahkan internasional.

Konstruktivisme juga menunjukkan interaksi antara norma-norma global dan kebijakan nasional (Palan, 2001). Ketika perubahan iklim menjadi topik sentral dalam tata kelola global, pemerintah nasional seperti Amerika Serikat semakin dipengaruhi oleh ekspektasi internasional. Pemerintahan Biden yang telah memberikan penekanan signifikan pada masalah iklim, beroperasi dalam konteks global di mana tanggung jawab iklim telah menjadi standar normatif bagi negara-negara kuat. Penanganan akibat Badai Helene dapat dilihat sebagai cerminan dari tekanan global ini. Dengan menyelaraskan upaya pemulihan domestik dengan komitmen lingkungan yang lebih luas, seperti membangun kembali dengan cara yang tangguh, pemerintah tidak hanya mengatasi masalah langsung tetapi juga menandakan keselarasannya dengan norma-norma iklim global. Ini adalah contoh bagaimana kebijakan nasional sering dibentuk oleh gagasan dan norma internasional, memperkuat klaim Konstruktivisme bahwa kekuatan gagasan dapat melampaui batas-batas nasional.

Salah satu pengamatan yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan Badai Helene, ketika mempertimbangkan pemikiran konstruktivis adalah bahwa Badai Helene bukan semata-mata bencana alam. Ini adalah peristiwa bersejarah dengan dampak penting bagi cara negara dan masyarakat internasional dapat menanggapi krisis. Narasi, norma, dan identitas kolektif yang dibangun setelah badai ini akan memiliki konsekuensi yang luas tidak hanya untuk pemulihan jangka pendek tetapi juga untuk diskusi yang lebih besar tentang perubahan iklim, kerja sama internasional melawan ancaman global, dan tanggung jawab negara untuk melindungi warga negara dari bencana lingkungan dan sosial.

Konstruktivisme menggarisbawahi signifikansi mendasar dari konsepsi bersama ini untuk memandu kebijakan dan tindakan, sehingga dengan demikian akan membuat kita berpikir bahwa cara kita berbicara dan mengetahui bencana seperti Badai Helene dapat membantu menghasilkan transformasi yang langgeng dalam tata kelola global dan tindakan masyarakat. Namun, ketika bencana hubungan iklim menjadi lebih sering terjadi, narasi dan norma-norma ini akan berperan penting dalam mengatur peran dari hubungan internasional di masa depan.

Referensi :

Anna Betts. (2024, September 30). Over 120 dead and a million without power after ‘historic’ Hurricane Helene. Retrieved from The Guardian: https://www.theguardian.com/us-news/2024/sep/30/hurricane-helene-deaths-damage

Lawler, P. (2024). Constructivism And International Relations. Oxford: Oxford University Press. Retrieved from https://www.oxfordpoliticstrove.com/view/10.1093/hepl/9780198784890.001.0001/hepl-9780198784890-chapter-8.

Palan, R. (2001). A world of their making: an evaluation of the constructivist critique in International Relations. Review of International Studies, 26(04), 575-598. Retrieved from http://journals.cambridge.org/abstract_S0260210500005751

Reuters. (2024, October 1). Over 1.7 million US customers still without power from Hurricane Helene. Retrieved from Reuters.com: https://www.reuters.com/business/energy/over-17-million-us-customers-still-without-power-hurricane-helene-2024-10-01/